di liat

di liat

Rabu, 27 Oktober 2010

Jenazah Relawan PMI Terselimuti Abu




YOGYAKARTA, KOMPAS.com -  Tutus Priyono, anggota rim relawan PMI Sleman yang ditemukan meninggal di halaman rumah Mbah Maridjan, Selasa (26/10/2010) tengah malam, kondisinya utuh, masih mengenakan kaos PMI dan jaket.

Namun seluruh tubuhnya terselimuti abu tebal, sedikit mengeluarkan darah dari mulutnya. Tutus sang relawan saat itu berusaha menyelamatkan warga Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kampung ini hanya sekitar 4-5 Km dari puncak Gunung Merapi. Sewaktu erupsi tahun 2006, awan panas dari gunung tak mengarah ke kampung itu.
Namun, Selasa petang tadi, awan panas wedhus gembel itu tiba-tiba menyasar dusun tersebut, termasuk rumah Mbah Maridjan serta masjid di dekatnya.

Akibatnya, 13 orang yang bertahan di dusun itu ditemukan tewas, termasuk editor VIVAnews, Yuniawan W Nugroho, seorang dokter Kepolisian RI, sejumlah relawan dan warga.
Jenazah 13 korban itu sudah dievakuasi ke RS dr Sardjito di Yogyakarta. Sebagian lainnya diduga masih ada, dan belum dapat dievakuasi karena cuaca dingin dan pencarian dihentikan

Wedhus Gembel Merapi Makan Korban

 


SLEMAN - Erupsi Merapi akhirnya terjadi. Gunung yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan DIY itu mulai menyemburkan awan panas yang dikenal dengan sebutan wedhus gembel, Selasa (26/10) sore. Korban pun berjatuhan, termasuk di daerah kediaman juru kunci Merapi Mbah Maridjan di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.

Sampai tadi malam, sejumlah mobil ambulans hilir mudik melakukan evakuasi terhadap korban awan panas di wilayah Sleman. Pencarian korban difokuskan di wilayah Umbulharjo dan Kinahrejo yang penduduknya belum mengungsi. Sejauh ini baru 13 korban luka yang telah dikirim ke RS Panti Nugroho, Pakem, Sleman. Tiga di antaranya kritis. Namun, karena luka bakar yang diderita para korban cukup serius, kemudian dirujuk ke RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.

Beberapa nama korban wedhus gembel, antara lain, Arif, Nuriman, Pujo, semuanya warga Umbulharjo. Sedangkan Ratmi penduduk Kinahrejo. Nama-nama lainnya masih belum diketahui karena para korban tidak membawa identitas diri. Wartawan juga dilarang melihat kondisi para korban yang kabarnya cukup memprihatinkan.

Selasa malam (26/10), empat korban letusan Merapi dirujuk ke Unit Luka Bakar RSUP Dr Sardjito. Menurut Staf Humas RSUP Sardjito Banu Hermawan, empat korban terdiri atas dua perempuan masing-masing berusia 23 dan 65 tahun dengan luka bakar semuanya 60 persen. Sedangkan korban laki-laki berusia 30 dan 25 tahun, masing-masing dengan luka bakar 50 persen dan 25 persen. Banu memprediksi korban masih akan datang lagi.

Hingga tadi malam, keberadaan Ki Surakso Hargo atau Mbah Maridjan masih misterius. Tak ada yang tahu nasib bintang iklan jamu kuat itu. Petugas penyelamat dari Pemerintah Kabupaten Sleman sampai pukul 20.30 WIB masih menyisir kawasan Kinahrejo, tempat Mbah Maridjan tinggal. Belum bisa dipastikan apakah Mbah Maridjan menjadi salah satu korban yang dirujuk ke RSUP Sardjito. Banu belum bisa memastikan apakah di antara korban wedhus gembel dari wilayah Kinahrejo ada nama Mbah Maridjan. "Sejauh ini kita belum tahu," tegasnya.

Wakil Bupati Sleman Yunia Satia Rahayu mengaku belum tahu keberadaan Mbah Maridjan. "Semua orang yang belum kita evakuasi masih terus kita cari untuk dipindahkan ke barak-barak pengungsian," kata dia. Senin (25/10), Mbah Maridjan bersikukuh tidak akan pindah. Ia beralasan kondisi Merapi masih aman. Namun, ia mempersilakan warga mengungsi menuruti saran pemerintah.

Semburan wedhus gembel membuat kawasan Muntilan dan Magelang, Jawa Tengah, dilanda hujan lumpur dari material abu vulkanis. Jalan raya Muntilan-Magelang tertutup lumpur warna cokelat keabuan sehingga mengganggu laju kendaraan. "Jalannya licin sekali, kalau dipaksa jalan takut terjatuh," kata Siswono (40), warga Sleman yang baru saja bepergian ke Magelang.

Sementara penumpang mobil yang nekat meneruskan perjalanan terpaksa harus turun mengelap kaca mobilnya yang terpapar lumpur pekat. Hujan material abu vulkanis Merapi terus menerpa sejumlah wilayah Magelang, Muntilan, Sleman, dan sekitarnya. Korban dari Kecamatan Dukun, Magelang, yang dirawat di RSU Muntilan, mayoritas mengalami sesak napas akibat hujan pasir dan abu. "Semua warga di Dukun yang berada sekitar 10 kilometer dari Merapi sudah diungsikan ke Kadipiro, Bayudono, dan sebagainya," kata Kapolsek Dukun, Subardi.

Hujan pasir juga mulai dirasakan di Sawangan, Kabupaten Magelang, yang berjarak sekitar 12-14 kilometer dari puncak Merapi. Hujan abu tebal yang turun sekitar pukul 18.45 WIB membuat para wartawan di Pos Merapi Babadan diminta turun. Warga Sawangan juga mulai banyak yang mengungsi.

Keluarnya wedhus gembel akhirnya memaksa warga Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, mengungsi. Warga Desa Sidorejo dan Balerante di Kecamatan Kemalang yang hingga Selasa siang belum diungsikan, langsung dievakuasi menuju lokasi pengungsian di Desa Dompol dan Desa Bawukan. Warga Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yang berada di Desa Tlogolele juga mulai mengungsi ke Lapangan Desa Samiran, Kecamatan Selo.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X didampingi Bupati Sleman Sri Purnomo datang ke posko utama di Pakem pada pukul 21.10 WIB. Sultan belum bisa memastikan berapa jumlah korban akibat letusan Merapi yang masih simpang siur jumlahnya. Namun, dia meminta semua warga yang di Kawasan Rawan Bencana (KRB) II dan III segera turun mengungsi karena sampai sekarang belum bisa diketahui apakah akan terjadi letusan kembali atau tidak.

"Lebih baik malam ini semua warga di KRB II dan III mengungsi. Yang penting mengungsi dulu. Apalagi sekarang sudah malam. Besok baru diputuskan, karena dikhawatirkan sekarang baru letusan awal," kata Sultan.

Luncuran awan panas berkecepatan 200 kilometer per jam berlangsung empat kali dalam selang waktu pendek. Ketua Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Surono mengatakan, erupsi Merapi telah menyebarkan awan panas yang hembusannya tidak menentu.

Awan panas pertama terjadi pukul 17.02 WIB mengarah ke barat daya menuju Kecamatan Dukun, Magelang. Namun, erupsi kedua dan seterusnya yang terjadi pukul 17.16 WIB, 17.19 WIB, dan 17.24 WIB, menuju ke segala arah.

Muntahan wedhus gembel juga di luar kelaziman, karena berlangsung hampir dua jam. Padahal, pada letusan tahun 2006 hanya berlangsung enam menit. Dikhawatirkan, jangkauan luncuran wedhus gembel bakal semakin jauh. "Saya cemas dengan kondisi ini. Karena terus keluar, dorongan luncuran menjadi semakin kuat dan jauh. Ini sangat berbahaya," kata Surono.

Luncuran awan panas Merapi juga memengaruhi dunia penerbangan. Seluruh pilot pesawat terbang komersial yang akan turun di wilayah Yogyakarta dari arah timur diminta menaikkan ketinggian sebelum melakukan pendaratan di Bandara Adisutjipto. yulianingsih/indra wisnu wardhana/bowo pribadi/neni ridarineni/my1 ed: rahmad budi harto